Monday, September 17

Kewajipan

Risalah-risalah samawiyah ini adalah obor hidayah Rabbani yang di bawa para Nabi s.a.w. kepada manusia untuk menerangi manusia yang sesat dan bingung di tengah jalan yang gelap dan asing di belantara kehidupan. Iaitu ketika jalan di hadapannya menjadi kacau dan simpang siur, sementara kilatan cahaya akal dan fitrah tidak mampu menunjukkannya kepada jalan kebenaran.

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), [Ma'idah, 5:44]


Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. [Ma'idah, 5:46]


Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan. [Asy- Syura, 42:52-53]


Sesungguhnya syariat-syariat samawiyah dan hidayah Rabbaniyah itu memiliki prinsip reformasi yang sama, yang dijadikannya sebagai landasan kehidupan manusia yang baik, seperti ma'rofat kepada Allah dan iman. Syariat-syariat ini mengajarkan keteguhan hati, martabat diri, dan pengagungan persaudaraan sesama manusia. Semua itu ditujukan agar manusia menerima segala hal yang bermanfaat bagi mereka serta menghindari segala hal yang merugikan dan membahayakan mereka. Di luar syariat samawiyah dan kaedah-kaedah kemanusiaan yang baik ini, tidak ada kemaslahatan walau seberat sebiji sawi pun.


Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). [Asy-Syura, 42:13]


Sesungguhnya, saran-sarana praktis yang ada, berbagai syariat samawiyah hanpir sama dan berdekatan*, meskipun tatacara dan manifestasinya berbeza. leh kerana itu, solat, puasa, zikir, membaca al-Quran, berbuat kebajikan dan sedekah, semua itu merupakan sarana pembersihan diri dan manifestasi keagamaan dalam syariat Allah.


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, [Baqarah, 2:183]


Ketika syariat samawiyah mengarahkan segala tuntunan ibadah dan kewajipan beragama, semua itu tidak dimaksudkan sebagai beban atau tekanan, tidak mengingkari fitrah dan tidak pula membenturkan antara pelbagai kepentingan manusia, baik secara kelompok mahupun secara individu. Sebaliknya, ia bertujuan untuk meneguhkan makna-makna spiritual yang tinggi dalam jiwa, dan mengisyaratkan perasaan serta kesedaran yang paling tinggi, yang tanpanya kehidupan manusia tidak akan berdiri tegak.


Ia juga bertujuan menghidupkan hati dan perasaan yang menjadi tolok ukur satu-satunya terhadap kebajikan dan kejahatan dalam kehidupan manusia; serta memfungsikan perasaan manusia bahawa dirinya diawasi oleh Allah s.w.t., pengawas yang cermat dan cerdas, yang mencegah mereka dari berbagai kecenderungan terhadap keburukan, serta membimbing mereka menuju kebenaran dan keselamatan.


Saat ini, kita berada pada waktu menjelang puasa Ramadhan yang bulan sabitnya muncul malam ini. Allah berfirman, "Barangsiapa di antara kamu hadir(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." [Baqarah, 2:185].


Puasa ini merupakan kewajipan Rabbani yang muhkam, yang difungsikan untuk mencari redha Allah. "Setiap amal anak Adam untuk dirinya kecuali berpuasa, kerana sesungguhnya puasa itu untukKu dan Aku yang membalasnya." [Muttafaq 'alaihi, Riwayat Bukhari]


Pemilik syariat telah memilih bulan untuk berpuasa, beberapa hari yang ditentukan. Dengan puasa ini, Allah meguji manusia dengan hawa nafsu yang paling lekat pada jiwa mereka, keperluan yang paling penting bagi kehidupan mereka. Allah meyuruh mereka agar tidak makan, minum, dan tidak melakukan hal-hal yang menjadi keperluan mereka sehari-hari. Allah tidak menetapkan pengawas bagi mereka dalam mengerjakan semua itu kecuali dari diri mereka dan keimanan mereka bahawa Allah akan mengawasi mereka.


Adakah pendidikan lain terhadap keinginan yang kuat dan tekad yang keras, yang lebih efektif daripada pendidikan seperti ini? Pengawasan mana yang lebih teliti dan lebih menyeluruh daripada pengawasan ini? Selain itu, tujuan puasa ini adalah seperti yang diisyaratkan ayat mulia dalam firman Allah, "agar kamu bertaqwa".


Cukup bagi orang mukmin mendapatkan pelatihan praktis untuk menempa keinginan yang kuat dan tekad yang keras, agar ia menjadi elemen yang bermanfaat dalam kehidupan manusia yang soleh di tengah masyarakat. Manusia lebih sering menerima kegagalan kerana jiwa yang lemah, tekad yang lembik, keinginan yang leceh, terjerat oleh khayalan, dan berhenti pada garis-garis adat kebiasaan. Ketika manusia terbebas dari ikatan prasangkanya serta hegemoni adat istiadatnya, dan meguasai dirinya, maka ia telah memiliki segala hal.


Sesungguhnya bulan Ramadhan dan kewajipannya, hari-harinya, malam-malamnya, dan waktu-waktunya memiliki keutamaan yang diberikan Allah kepadanya. Allah mencatat untuknya tempat yang tinggi dan derajat yang mulia, yang dapat melipatgandakan segala kebaikan orang yang berbuat baik, membuka segala pintu penerimaan bagi orang-orang yang berdosa.


Ketika mereka mendapat limpahan keutamaan Allah ta'ala pada hamba-hambaNya di waktu-waktu yang mulia ini, sesungguhnya, hari-hari tersebut benar-benar memiliki urgensi yang tidak boleh kita lupakan dan lekehkan. Demi Allah, itu merupakan kesempatan satu kali dalam setahun. Siapakah yang tahu nasibnya esok hari, sementara ajal dan takdir ada di tangan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar?


Wahai kaum Muslimin, laksanakanlah kewajipan Ramadhan secara sempurna( tidak berkurang sedikit pun), dengan berpuasa, menjaga diri secara bersamaan: Janganlah kamu berani membuat maksiat kepada Allah dengan berbuka, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan! Janganlah kamu membatalkan puasa kamu dengan perbuatan yang sia-sia maksiat dan dosa. Hindarilah maksiat dan batalnya puasa secara bersamaan! Alangkah baiknya seandainya pemerintahan islam membuat materi sanksi dalam undang-undangnya untuk membuat jera orang suka berbuka puasa di siang hari secara terang-terangan di bulan Ramadhan.


Hendaknya orang yang membatalkan puasa dengan alasan cuaca sangat panas, kelelahan, dan tidak tahan puasa itu mengingat bahaw api neraka itu lebih panas seandainya mereka memahami, dan bahawa kesengsaraan hari Kiamat itu lebih lama dan menyakitkan seandainya mereka berpikir. Seharusnya mereka bersabar terhadap cubaan yang sebentar agar kelak mereka tidak menerima siksaan yang pedih. Siksaan yang tidak pernah berhenti, sedangkan mereka berada dalam keadaan putus harapan di dalamnya. Apabila mereka mengerjakan perintah ALlah dan segera mentaati-Nya, maka ALlah pasti menolong mereka, memudahkan jalan bagi mereka utnuk berbuat taat di dunia, serta melimpahkan kepada mereka pahala di akhirat. Sebab, tingkat pahala itu berdasarkan tingkat kesulitan. Ada seorang saleh yang memilih hari yang sangat panas untuk mengerjakan puasa sunnah, lalu ditanya, "Tidakkah kamu memilih hari yang lebih ringan daripada ini?" Ia menjawab, "Subhanallah! Jika demikian, atas dasar apa aku berhak mendapat pahala?!"


Hendaklah ia mengingat firman Allah;


Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. [Baqarah, 2:185].


*perlulah digariskan bahawa penggunaan kata samawiyah oleh Imam Syahid, bukan agama samawi, kerana agama Allah hanya satu, iaitu Islam. Allah berfirman, "Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. [Ali-Imran, 3:19]. Oleh kerana itu, perbezaannya terletak pada syariat. Jadi, yahudi dan nasrani adalah syariat, bukan agama. Adapun agama yang dimaksud adalah agama islam.

Dipetik dari "Ceramah-ceramah Jum'at Hasan Al-Banna", Syeikh Ishom Talimat. Edisi asal dimuat dalam harian Al-Ikhwan al-Muslimun edisi 372 tahun ke-2, Jum'at, Sya'aban 1366H/ Julai 1947M.