Thursday, January 24

Jika yang Dilamar Seakan Zainab Ghazali

Mungkin luar dari skop ruang ini yang telah lama menyepi. Tapi sekian lama tidak menulis bukan kerana pincangnya aturan waktu tapi di curah ke mangkuk lain yang lebih besar. Kini masih di tanah air, menanti waktu untuk pulang, mencari tingkap bukti untuk menjadi yang lebih baik dari yang lalu.

Cuti tahun ini paling banyak walimahan yang dipenuhi. Itupun masih ada yang terlepas. Maaf bagi yang menjadi mangsa, benar-benar tidak tercapai. Bagi yang telah menikah, moga Allah merahmati dan memberkati kamu semua dan mengurniakan kebaikan pada rumahtangga kamu dan mengurniakan zuriat yang akan menegakkan kalimah Laa ilaha illallah di muka bumi, InsyaAllah. Berbicara tentang walimah dan pernikahan, tertarik untuk dibicarakan sedikit sebanyak dari apa yang disoal pada yang baru menikah dan dari himpunan kado-kado yang menjadi rebutan tak sedikit sahabat-sahabatku.

Menarik untuk di gali semula kisah akh Marwan yang dinukil zaujah seorang teman, begitu membuka minda dan membuatku tersenyum nipis. Lancang idea yang dilontar tapi tak jauh dari realiti dan kebenarannya mampu mengusik jiwa yang terjebak dengan jenayah itu(hanya sebagai metafora, tak salah, cuma….). Kisahnya secara ringkas berbunyi begini; ada ikhwah(atau mungkin banyak) yang bila mencari calon isteri, tergamak mencari yang paras rupanya cantik dan lebih muda dan sebagainya sedang ramai lagi akhwat yang telah lanjut umur yang masih tidak menikah dan keperluannya lebih tinggi(betulke penafsiran ni?). Namun, realitinya, kebanyakan ikhwah menaruh harapan agar sang pendamping hidup indah paras rupa, baik agamanya dan keturunannya serta cukup hartanya. Biar perfect, nanti keluarga menjadi penuh sakinah mawaddah dan rahmah. Tapi entah berapa ramai yang memenuhi kriteria itu semuanya?

Sebaik menelaah dan berdiskusi isu hangat ini bersama beberapa ikhwah, banyak yang mengiakan, bahkan 100%. Mungkin kenalan aku tak ramai, masih belum mencecah kepenuhan phonebook SAMSUNG-ku yang berkapasiti 1000 kenalan. Namun jelas rata-rata menyokong idea ini, bahawa memang seharusnya kita mempertimbangkan kembali ciri-ciri pasangan hidup yang hendak di cari. Yang mana kita utamakan dan yang mana kita kehendakkan? Sendiri pilih.

Di pihak lain pula, mungkin tidak keterlaluan untuk mengungkit adanya akhwat yang memilih untuk mandapatkan ikhwah yang lebih hebat darinya dengan alasan agar dapat membimbing dengan baik di atas jalan dakwah, atau paling tidak pada tahapnya juga. Ada reasoning takut nanti dipandang rendah pada suami, boleh jadi nusyuz. Tapi tidak semua begini, bahkan mungkin sahaja tuduhan ini meleset. Asif jiddan.

Seperti biasa, buku kegemaran bila bicara bab munakahat, hasil karya kontemporari Mohammad Fauzil Adhim menjadi pilihan rujukan. Namun bukan Kado yang menjadi sumber ketertarikan, tapi yang lebih kecil. Suka untuk saya kongsikan beberapa bahagian kecil, moga tidak terlibat menjadi pencuri idea.

Buat sang ikhwah;

Ketika engkau bertanya kepadaku tentang pendamping hidup yang sempurna, seakan-akan kulihat Aisyah. Dialah isteri Nabi s.a.w. yang banyak menimbulkan takjub pada hati yang merindukan kemesraan. Dia pula isteri Nabi yang kecerdasannya membuat para sahabat berdatangan kepadanya untuk belajar. Bila orang membicarakannya, kita selalu teringat akan peristiwa bagaimana ia berkejaran mesra dengan suaminya, Muhammad s.a.w.. ..mendengar julukannya Humaira, terbayang rumahtangga yang romantis…orang yang baru menikah-apalagi belum- akan segera diliputi impian tentang isteri manja dan menggemaskan. Bayangan tentang suasana romantis itu sayangnya kadang-kadang tidak diimbangi dengan membayangkan kecemburuannya yang sangat besar….kita siap dengan romantisnya, tetapi tidak siap dengan rasa cemburu dan kecurigaannya.

Terkadang, yang menyebabkan kita merasa kecewa bukanlah kerana pasangan kita begitu menjengkelkan melainkan kerana harapan yang tidak berimbang. Kita berharap dapat isteri seperti Aisyah, tetapi tidak siap dengan cemburunya yang begitu besar….sangat berhasrat mempunyai isteri yang cerdas dan hebat, tetapi tidak siap membimbingnya dari keadaan tidak tahu apa-apa. …di balik kebesaran Aisyah, ada suami yang dengan sabar mendidiknya. Di balik kemesraannya, ada kelembutan suami untuk sentiasa memahami…

…Impian tentang pendamping hidup yang penuh perhatian justeru menyebabkan kita senantiasa merasa kurang terhadap apa yang kita terima. Ini memudahkan kita mengalami kekecewaan. Jika ia mencapai titik kulminasi yang tak terbendung lagi, akhirnya dapat memicu pertengkaran. Ada ledakan emosi pada diri sehingga terucapnya kata-kata buruk. Ketika tak kuat menahan kemarahan,..kita ungkapkan rasa tidak suka secara terang-terangan…

…Perlunya menyeimbangkan harapan ini juga perlu dimiliki oleh para isteri. Tak ada salahnya kita berdoa memohon suami yang sempurna, tetapi pada saat sama kita harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan. Kita boleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang sudah kita persiapkan agar layak mendampingi suami idaman. Wallahu a’lam bishawab.[i]

Buat sang ikhwah dan akhwat;

Suatu ketika sang ikhwah hendak menikah. Segala sesuatu telah ia persiapkan sebaiknya. Akan tetapi, rencana itu harus gagal kerana akhwat yang dipinangnya membatalkan pinangan kerana satu sebab yang dirasanya sangat mendasar, yakni pengetahuan agamanya belum sebanding. Ia tidak kufu…bila ingin menikah, ia harus terlebih dahulu mengejar ketertinggalannya dalam ilmu dengan mengaji pada ustaz yang ditentukan akhwatnya….

…Nabi s.a.w. tidak mensyaratkan kesederajatan dalam ilmu agama. Nabi menunjukkan, tingkat keberagamaan dan kebagusan akhlaqlah yang harus menjadi ukuran. Orang yang memiliki ilmu luas, meliputi pokok-pokoknya hingga percabangannya secara matang bukan merupakan jaminan ia memiliki kecintaan yang besar terhadap agama….

Bila kecintaan pada agama sudah mempengaruhi jiwanya, sementara hatinya sudah cenderung pada akhlaq yang mulia, inysaAllah ia akan lebih mudah menerima kebenaran dan menghiasi diri dengan kebajikan. Kata Rasulullah s.a.w., “manusia itu seperti logam. Kalau di zaman jahiliyyahnya emas, sewaktu islam pun emas juga”.

…sesungguhnya, para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum adalah orang yang paling tinggi derajat takwanya….sekalipun ilmu mereka tidak sama….di antara para sahabat, ada juga ilmunya yang tidak terlalu tinggi kerana kesempatan bertemu dengan Nabi sangat sedikit…Andaikan kelayakan untuk menjadi suami diukur dari tingginya ilmu, tentu banyaknya sahabat yang harus membujang. Sebab di masa itu, banyak perempuan yang ilmunya lebih tinggi dikeranakan kesempatan lebih besar untuk mencerap ilmu dari Nabi s.a.w. dan sahabatnya…Demikian pula dakwahnya.

….Seseorang yang masih kurang berpengatahuan, tetapi memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap ilmu, jauh lebih utama daripada yang memenuhi otaknya dengan ilmu yang tinggi, tetapi hati mereka kosong. Semangat mereka melayang entah kemana.

…pada kesempatan ini, saya hanya ingin menekankan agar kita tidak berlebihan dalam bersikap. Harapan untuk dapat menegakkan dakwah bersama suami atau isteri, janganlah menyebabkan kita merendahkan sunnah Nabi s.a.w. tanpa kita sedari. Di antara hal-hal itu adalah harapan untuk mendapatkan pendamping yang benar-benar memiliki kesempurnaan; ia mulia akhlaknya, tinggi ilmunya, elok rupanya, kuat fizikalnya dan sebagainya…

…ketika manusia yang mencapai kesempurnaan hampir tak dapat kita temukan, kita perlu meluaskan jiwa agar tidak meninggikan harapan. Sebaliknya, kita perlu menguatkan komitmen untuk saling memperbaiki, saling menolong dalam meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya. Sungguh amat berbeza antara komitmen dan harapan. Komitmen mendorong untuk lebih mampu menerima keadaan, sekaligus memperbaikinya. Adapun harapan membuat kita peka terhadap kekurangan.

…Sebaik apa pun suami anda, bila ia selalu anda bandingkan dengan harapan sebelum nikah dan sesudah nikah, ia tidak akan pernah mencapai keutamaan sedikitpun. Selalu ada sahaja yang membuatkan kita mengeluh dan kecewa…kerana dia tidak memiliki keutamaan dan kesempurnaan. Bisa jadi orang lain memandangnya dengan iri sambil diam-diam berdoa agar mendapatkan suami atau isteri seperti dia….

…Saya hanya ingin mengajak anda untuk melihat bahawa semua itu berawal dari tuntutan kita—meski kita tidak merasa kita menuntut—agar pasangan kita sempurna. Tuntutan inilah yang membuat kita kurang mampu merasakan kebaikan meskipun ia sangat baik…Sementara itu, penerimaan yang tulus disertai dengan komitmen yang kuat, akan melahirkan kehendak untuk memperbaiki. Wallahu a’lam bishawab.[ii]

Sekadar perkongsian. Saya belum melalui waktu itu. Jika ditanya pengalaman, saya masih nol. Tapi tidak salah untuk berdiskusi dan menelaah. Biar perlahan-lahan siap dengan komitmen dan tidak asyik dengan harapan. Namun satu perkara yang dapat saya garap dari tulisan Fauzil Adhim ini, ia bukan sekadar ceritera emosi dan manajemen rumahtangga, tapi juga menjadi ilmu buat menghadapi manusia dan kehidupan umumnya. Tidak semua adalah terlalu awal untuk diketahui.

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).

An-Nuur: 26

Moga-moga kita di kalangan mereka yang baik, dan terus berusaha menjadi di kalangan mereka yang baik.

Wallahu a’lam bishawab.



[i] Agar Cinta Bersemi Indah, topik Seakan Kulihat Aisyah, pg 108 – 111

[ii] Agar Cinta Bersemi Indah, topik Menemukan Pasangan yang Sempurna, pg 96 - 108